Jumat, 18 April 2014

Pemenang (Pemilu 2014), Kemenangan Separuh Jiwa.



PASCA pemungutan suara pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota 9 April 2014 sudah bisa tergambarkan partai politik mana yang berhasil meraih suara terbanyak pada pemilu yang ke-11 ini. Meminjam data hasil quick count Cyrus-CSIS pada Kamis, 10 April 2014 pukul 18: 39 WIB yang dikutip dari portal detiknews menunjukkan dari 99, 60 sampel yang masuk menempatkan PDI Perjuangan berada di posisi teratas diperolehan suara 18,90 % disusul Golkar 14,30 % lalu Gerindra 11,80 % selanjutnya Demokrat 9,70 %, PKB 9,20 %, PAN 7,50 %, Nasdem dan PKS 6,90 %, PPP 6,70 %, Hanura 5, 40 %, PBB 1,60 % dan PKPI 1,10 %. Hasil quick count Cyrus-CSIS tersebut tidak jauh berbeda dengan lembaga survey lainnya, yang menempatkan partai yang dikomandoi Megawati Soekarnoputri itu berada diposisi puncak dalam perolehan suara nasional.  Meski demikian, sejumlah pimpinan partai politik peserta Pemilu 2014 tetap masih menunggu Keputusan resmi KPU RI.
Butuh Koalisi
Berkaca dari hasil quick count sejumlah lembaga survey tersebut, PDI Perjuangan belum mampu memenangi Pemilu 2014 secara mutlak (belum mampu meraih minimal 25 persen) perolehan suara sah secara nasional, sehingga kemenangan PDI Perjuangan oleh penulis disebut kemenangan separuh jiwa. Alasannya, bila berbicara pada persyaratan pencalonan pada pemilihan presiden dan wakil presiden, PDI Perjuangan masih butuh dukungan (baca-koalisi) dari partai politik lain untuk bisa memajukan satu pasangan calon presiden dan wakil presiden, karena perolehannya suaranya masih dibawah 25 persen. bertititolak pada pasal 4 UU No. 42 tahun 2008 tentang pemilihan presiden dan wakil presiden berbunyi: “Pasangan calon presiden dan wakil presiden, selanjutnya disebut pasangan calon, adalah pasangan calon peserta pemilu presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang telah memenuhi persyaratan.” Selanjutnya, pasal 9 Undang-undang yang sama menegaskan : “Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden.”
Bila merujuk defini koalisi mengutip dari wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, bahwa koalisi adalah persekutuan, gabungan atau aliansi beberapa unsur, di mana dalam kerjasamanya, masing-masing memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Sementara bila mengacu kepada Bab I pasal 1 ayat 3 UU No. 42 tahun 2008 lebih dipertegas dengan pengertian gabungan partai politik yang menjelaskan gabungan dua partai politik atau lebih yang bersama-sama bersepakat mencalonkan satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Dengan demikian dalam pemilihan calon presiden dan wakil presiden RI nanti , tidak ada satu partai politik peserta Pemilu 2014 yang mampu mengusung satu pasangan calon presiden dan wakil presiden RI, karena bila berkaca pada gambaran hasil quick count sejumlah lembaga survey pada Pemilu 9 April 2014 lalu, tidak ada partai politik yang mampu meraup suara sah secara nasional minimal atau diatas 25 persen. Bahkan PDI Perjuangan yang berada diposisi teratas hanya mampu meraup dibawah 20 persen perolehan suara nasional (hasil quick count sejumlah lembaga survey). Mengacu pada UU No. 42 tahun 2008 tersebut,  pengusulan pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden RI bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama, berdasarkan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR. Kedua, memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR.
Pasangan Perseorangan tertutup.
Bagaimana peluang bagi pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2014 mendatang? Bila mengacu kepada putusan MK-RI No. 38/PUU-X/2012 tertanggal 26 Juni 2012 pasangan calon perseorangan (independen) tertutup peluangnya, sehingga yang berhak untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dari partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu 2014 yang berhasil meraih perolehan suara minimal 3,5 persen secara nasional dan memenuhi ketentuan pasal 9 UU No. 8 tahun 2012.
Diuntungkan putusan MK-RI.
Beruntung putusan MK-RI No. 52/PUU-X/2012 tertanggal 29 Agustus 2012 membatalkan pasal 8 ayat 1 dan 2 dan penjelasannya, 17 ayat 1 dan penjelasannya, 208, 209 ayat 1 dan 2 UU No. 8 tahun 2012 tentang Pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD. Keputusan itu memberikan keuntungan bagi partai politik yang tidak mampu meraih perolehan suara minimal 3,5 persen secara nasional. Sehingga parpol tersebut  masih diperbolehkan diikutkan dalam penentuan  perolehan kursi pada tingkatan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, meskipun partai politik pada tingkat nasional (DPR RI) tidak mampu memenuhi minimal ambang batas 3,5 persen perolehan suara secara nasional artinya bila ada partai politik peserta pemilu yang tidak mampu meraup minimal 3,5 persen suara nasional tidak perlu berkecil hati, karena masih ada peluang menempatkan wakilnya ditingkat provinsi (DPRD provinsi) dan kabupaten/kota (DPRD kabupaten/kota).
Keputusan resmi KPU RI
Siapa sebenarnya partai politik peserta Pemilu 2014 yang berhasil meraup perolehan suara terbanyak?. Mengacu kepada Peraturan KPU RI No. 21 tahun 2013, KPU RI baru akan menetapkan Hasil Pemilu Secara Nasional 7 - 9 Mei 2014, setelah melalui proses rekapitulasi hasil penghitungan dan perolehan suara secara berjenjang mulai dari tingkat TPS, PPS, PPK, KPU kabupaten/kota dan  KPU Provinsi artinya patokan hasil penetapan suara pada Pemilu 2014 resmi ditangan KPU RI. Untuk tingkat PPS/PPLN Rekapitulasi hasil penghitungan suara  digelar 10-15 April 2014, PPK 13-17 April 2014, KPU Kabupaten/kota 19- 21 April 2014 dan KPU Provinsi 22 - 24 April 2014. Sementara, penetapan perolehan kursi dan calon terpilih anggota DPR serta DPD dilaksanakan 11 - 17 Mei 2014, Tingkat provinsi 11- 13 Mei 2014 dan tingkat kabupaten/kota 11 - 13 Mei 2014. Kita tunggu saja, Apapun hasilnya, itulah pilihan rakyat Indonesia dan harus kita hargai(*).

*****

*Penulis adalah mantan anggota KPU Batang Hari 2008-2013 dan Sekretaris Visi Politika Indonesia tinggal di Muara Bulian, Batang Hari.

WACANA PENGISIAN JABATAN WAKIL BUPATI BATANG HARI


 SALAH seorang pimpinan partai politik di Kabupaten Batang Hari yang merupakan salah satu partai pengusung pasangan H. Abdul Fattah, SH – Sinwan, SH pada Pemilukada Batang Hari tahun 2010 sempat mengajukan pertanyaan kepada penulis, meski hanya berbicara melalui handpone (HP), tapi pertanyaan yang disampaikan itu cukup jelas dan tegas. Sang pimpinan parpol itu mengatakan, sepertinya wacana pengisian jabatan Wakil Bupati Batang  Hari mulai mencuat kepermukaan. “Apa memang diperbolehkan, kalau memang boleh dasar hukumnya apa?”, ungkap sang pimpinan parpol kepada penulis diujung telepon.

Pertanyaan itu membuat penulis penasaran. Naluri jurnalistik yang pernah digeluti sebelumnya memunculkan kegelisahaan, penulis pun dengan pengetahuan yang yang terbatas mulai mencoba membuka semua literatul yang ada dan mengingat kembali pengalaman saat menjadi penyelenggara pemilu sebagai komisioner KPU Batang Hari masa bakti 2008-2013, kebetulan pada Pemilukada 2010, penulis terlibat langsung dalam proses pemilihan kepala daerah tersebut.

Sekadar mengingatkan, lima pasangan calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Batang Hari periode 2011-2016 yang akan bertarung di Pemilukada 2010 lalu adalah pasangan Ir. Syahirsah-Ir. Erpan(diusung Golkar, PKS, PBR). H.A Fattah, SH-Sinwan, SH (Partai Demokrat, PKPB, Hanura dan 12 parpol non parlemen), Hamdi Rachman-Juhartono(PKB, PPP, Gerindra, PDK), H.Fathuddin Abdi-Kemas Ismail Azim(jalur perseorangan), dan pasangan H.Ardian Faisal-H.Apani(PDIP dan PAN). Pada Pemilukada yang digelar 23 Oktober 2010 itu, pasangan H.A Fattah, SH-Sinwan, SH menjadi pemenang dan diperkuat dengan putusan MK-RI Nomor 203/PHPU.D-VIII/2010 dan Nomor 204/PHPU.D-VIII/2010.

Namun persoalan muncul ditengah perjalanan, Bupati Batang Hari terpilih untuk yang kedua kalinya itu menghadapi persoalan hukum yang pada akhirnya harus dinonaktifkan sebagai orang nomor satu di bumi serentak bak regam, agar pemerintah kabupaten Batang Hari tidak stagnan, maka ditunjuklah Wakil Bupati Sinwan sebagai pelaksana tugas (peltu) Bupati Batang Hari menjelang adanya keputusan final yang berkekuatan hukum final. Sementara itu, Bupati non aktif itu telah menjalani proses persidangan ditingkat pertama dan pengadilan tinggi(PT) Jambi telah memutuskan hukuman pidana penjara satu tahun dan dua bulan, dan denda Rp 50 juta subsidair penjara dua bulan dan tanpa uang pengganti.

Selanjutnya, bila bupati non aktif itu akhirnya menerima putusan PT Jambi, maka keputusan hukum terhadap mantan Ketua DPRD Batang Hari itu final dan telah berkuatan hukum tetap. Selanjutnya Plt Bupati Batang Hari yang dijabat Sinwan itu akan berubah status menjadi Bupati definitif, namun itu harus melalui mekanisme peraturan perundangan-undangan dan yang berhak merubah dan mengeluarkan putusan (SK) itu adalah mendagri.

Pertanyaan pertama.  Apa diperbolehkan pengisian jabatan wakil bupati yang akan ditinggalan Sinwan itu?.

Menurut penulis, ada beberapa dasar hukum yang memperbolehkan dilakukan pengisian jabatan bupati dan wakil bupati itu, yakni pasal 35 UU No. 32 Tahun 2004, pasal 96 PP No. 06 tahun 2005,pasal 131 ayat 1 dan 2 PP No. 06 tahun 2005, pasal 131 PP No. 49 tahun 2008, pasal 26 ayat 3 dan 4 UU No. 12 tahun 2008 dan pasal 18 PP No. 16 tahun 2010.

 

Pertama, pasal 35 UU No. 32 Tahun 2004 berbunyi : “(ayat 1) Apabila kepala daerah diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetapsebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2), Pasal 31 ayat (2), dan Pasal 32 ayat (7) jabatan kepala daerah diganti oleh wakil kepala daerah sampai berakhir masa jabatannya dan proses pelaksanaannya dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Paripurna DPRD dan disahkan oleh Presiden”. Selanjutnya: “(Ayat 2) Apabila terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sisa masa jabatannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan, kepala daerah mengusulkan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah”.


Kedua, pasal 96 PP No. 06 tahun 2005 berbunyi : “(ayat 1)  Dalam hal calon Wakil Kepala Daerah terpilih berhalangan tetap, calon Kepala Daerah  terpilih dilantik menjadi Kepala Daerah”,  Lalu : “(ayat 2) Calon Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diusulkan oleh DPRD kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi calon Gubernur dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi calon Bupati/Walikota untuk disahkan menjadi Kepala Daerah”. Selanjutnya  : “(ayat 3)  Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengusulkan dua orang calon Wakil Kepala Daerah kepada DPRD, berdasarkan usul Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan, untuk dipilih dalam Rapat Paripurna DPRD,”. Kemudian :”(ayat 4)  Pemilihan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari  jumlah anggota DPRD, yang mekanisme pelaksanaannya sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPRD, selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak dinyatakan berhalangan tetap,”. Serta : “(ayat 5)  Hasil pemilihan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan dengan Keputusan DPRD dan selanjutnya diusulkan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi calon Wakil Gubernur dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi calon Wakil Bupati/Wakil Walikota untuk disahkan dan selanjutnya dilantik menjadi Wakil Kepala Daerah,”.

Ketiga, pasal 131 ayat 1 dan 2 PP No 06 tahun 2005 berbunyi : (ayat 1)  Apabila Kepala Daerah diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 ayat (2), Pasal 127 ayat (2), dan Pasal 128 ayat (7), jabatan Kepala Daerah diganti oleh Wakil Kepala Daerah sampai berakhir masa jabatannya dan proses pelaksanaannya dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Paripurna DPRD dan disahkan oleh Presiden,”. Selanjutnya : “(ayat 2)  Apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sisa masa jabatannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan, Kepala Daerah mengusulkan 2 (dua) orang calon Wakil Kepala Daerah untuk dipilih dalam Rapat Paripurna DPRD berdasarkan usul Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan,”.

Keempat, pasal 131 PP No. 49/2008 berbunyi : “(ayat 1)  Apabila kepala daerah diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 ayat (2), Pasal 127 ayat (2), dan Pasal 128 ayat (7), jabatan kepala daerah diganti oleh wakil kepala daerah sampai berakhir masa jabatannya dan proses pelaksanaannya dilakukan berdasarkan keputusan rapat paripurna DPRD dan disahkan oleh Presiden,”. Selanjutnya : “(ayat 2)  Apabila terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sisa masa jabatannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan, kepala daerah mengusulkan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih dalam rapat paripurna DPRD berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan,”.  Lalu : “(ayat 2a) Untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik karena menggantikan kepala daerah yang meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus-menerus dalam masa jabatannya dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih dalam rapat paripurna DPRD,”.

Kelima, pasal 26 ayat 3 dan 4 UU No. 12 Tahun 2008 berbunyi :“(ayat 3)  Wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah sampai habis masa jabatannya apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus-menerus dalam masa jabatannya.”. Selanjutnya : “(ayat 4)  Untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD,”.

Keenam, pasal 18 ayat 3 PP No. 16 tahun 2010 berbunyi : “Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang diancam pidana 5 (lima) tahun atau lebih, Presiden memberhentikan gubernur dan/atau wakil gubernur dari jabatannya, dan Menteri Dalam Negeri memberhentikan bupati/walikota dan/atau wakil bupati/wakil walikota dari jabatannya,”.

Menurut penulis, pengisian posisi Wakil Bupati Batang Hari itu sah-sah saja dilakukan karena memang landasan hukum sudah ada (silahkan baca landasan hukum diatas), hanya saja apakah pengusulan itu telah memenuhi, bahwa masa jabatan wakil bupati itu masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih. Tapi kalau kurang dari 18 bulan, maka secara otomatis pengisian itu tidak bisa dilakukan atau tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.

Pertanyaan kedua, apakah boleh partai lain mengusulkan calon wakil bupati diluar partai pengusung, karena saat ini Sinwan adalah Ketua DPD PAN Batang Hari, sementara pada Pemilukada 2010 lalu, PAN mengusung pasangan lain?.

Menurut penulis, dalam pengusulan calon wakil bupati yang akan mengisi jabatan wakil Bupati Batang Hari yang lowong itu, sudah sangat jelas dan tegas, bahwa Bupati definitif nantihanya mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD sebagaimana telah dijelaskan dalam pasal 35 UU No. 32 Tahun 2004, pasal 96 PP No. 06 tahun 2005,pasal 131 ayat 1 dan 2 PP No. 06 tahun 2005, pasal 131 PP No. 49 Tahun 2008 dan asal 26 ayat 3 dan 4 UU No. 12 Tahun 2008. Untuk diketahui, ada beberapa partai politik yang menjadi partai pengusung dan pendukung H.A Fattah, SH-Sinwan, SH adalah Partai Demokrat, PKPB, Hanura dan 12 parpol non parlemen. Sekedar mengingatkan, bahwa sebelum terpilih sebagai Wakil Bupati Batang Hari, sebelumnya adalah anggota DPRD Kabupaten Batang Hari 2009-2014 dan Ketua DPC PKPB Kabupaten Batang Hari. Pasangan terpilih H. A. Fattah SH – Sinwan SH terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati Batang Hari terpilih periode 2011-2016 dilantik pada tanggal 30 Januari 2011 oleh Gubernur Jambi H. Hasan Basri Agus atasnama Menteri Dalam Negeri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 132.15-1099 Tahun 2010  dan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 132.15-1100 Tahun 2010.
Pertanyaan ketiga, kalau memang bupati definitif akhirnya mengajukan dua nama calon wakil kepala daerah berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik pengusung atau pendukung, siapa nanti yang akan melakukan verifikasi persyaratan administrasi calon wakil bupati tersebut?.

Bila berkaca pada pasal 344 ayat 1 dan 2 UU No. 27 tahun 2009 berbunyi :  “(ayat 1)DPRD kabupaten/kota mempunyai tugas dan wewenang: “(e) memilih wakil bupati/wakil walikota dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil bupati/wakil walikota,”. Selanjutnya.  “(ayat 2) ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib,”.


Menurut penulis,  bahwa DPRD Kabupaten Batang Hari mempunyai tugas dan kewenangan untuk memilih wakil bupati, bilamana nanti bupati definitif (Sinwan, SH) mengajukan dua nama calon wakil Bupati Batang Hari. Dalam pasal 344 diatas, jelas mekanisme pemilihan tersebut akan diatur lebihlanjut peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib, pertanyaan apakah mekanisme seperti itu sudah ada atau sudah dipersiapkan sebelumnya oleh DPRD Batang Hari.

Disisi lain, sebenarnya pemilihan bupati dan wakil bupati, walikota/wakil walikota dilaksanakan oleh sebuah lembaga. Pada tingkat kabupaten/kota, dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota Sebagaimana ditegaskan pada pasal 10 ayat 3 UU No. 15 tahun 2011, KPU Kabupaten/kota yang berbunyi : “Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota meliputi: (b). melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan di kabupaten/kota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (i). menetapkan calon bupati/walikota yang telah memenuhi persyaratan,”

Seadainya DPRD Batang Hari menyerahkan persoalan verifikasi persyaratan administrasi calon wakil bupati yang diajukan itu diserahkan kepada KPU Batang Hari, menurut penulis, KPU kabupaten/kota tidak ada lagi tugas dan kewenangan untuk menindaklanjuti, karena memang tidak ada landasan hukum untuk melakukannya, setelah bupati dan wakil bupati terpilih dilantik, serta merta tugas dan kewenangan lembaga penyelenggara pemilu itu selesai, tugas dan kewenangan KPU daerah secara rinci juga sudah diatur dalam Peraturan KPU RI No. 09 tahun 2012 tentang Pedoman tehnis pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Berdasarkan uraian penulis diatas, perlu penulis tegaskan, bahwa hingga hari ini Rabu (16/4) Bpk Sinwan, SH masih menjabat sebagai Pelaksana tugas (peltu) Bupati Batang Hari dan Bpk. H.A. Fattah, SH belum dieksekusi oleh pihak kejaksaan atas putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jambi. Mohon maaf, ini hanya opini penulis dan tidak ada maksud lain, semoga opini ini bisa menjadi bahan masukan terhadap pihak-pihak yang berkompeten terhadap munculnya wacana pengisian kekosongan Wakil Bupati Batang Hari yang mulai mencuat di Kabupaten Batang Hari.(M. ARIS, SH*).

*Penulis adalah mantan anggota KPU Batang Hari 2008-2013 tinggal di Muara Bulian.