Kamis, 05 Juli 2012

DPR Suka Dicoblos, Presiden dan Kepala Daerah Ingin Ditandai Saja


PEMILIHAN UMUM sudah diambang pintu, KPU sudah menetapkan 9 April 2014 adalah hari pemungutan suara pemilihan anggota DPR, DPD dan DPRD. Namun dalam perjalanannya, ada hal yang menarik patut disimak dalam proses pemungutan suara. Apakah itu? Tidak lain adalah sistem pemberian suara pada surat suara dengan cara coblos dan menandai (contreng/centang).

Jika dirunut kebelakang dengan mempedomani dasar hukum pemilu, ternyata sistem coblos dan menandai tetap diberlakukan. Nyoblos akan dilakukan oleh rakyat Indonesia yang mempunyai hak pilih pada pemilu Legislatif tahun 2014 mendatang, kenapa? Karena pada pasal 154 Undang-undang nomor 8 tahun 2012 tentang pemilu anggota DPR, DPD, DPRD sudah ditegaskan : “Pemberian suara untuk Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilakukan dengan cara mencoblos satu kali pada nomor atau tanda gambar partai politik dan/atau nama calon pada surat suara”. Namun pada undang-undang Nomor 10 tahun 2008 tentang pemilu anggota DPR, DPD, DPRD sebelum direvisi, malah menggunakan sistem pemungutan suara dengan cara menandai pada surat suara, sebagaimana disebutkan pada pasal 153 ayat 1 berbunyi: Pemberian suara untuk Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilakukan dengan memberikan tanda satu kali pada surat suara”.






Lalu, bagaimana dengan pemilu presiden/wakil presiden dan kepala daerah/wakil kepala daerah?. Ternyata rakyat bakal memberikan suaranya dengan sistem menandai pada surat suara, alasannya, untuk pemilu presiden/wakil presiden berdasarkan Undang-undang nomor 42 tahun 2008 tentang pemilihan presiden dan wakil presiden pada 118  berbunyi : Pemberian suara untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilakukan dengan memberikan tanda satu kali pada surat suara”.

Begitupun dengan pemilihan kepada daerah yang mengaju pada draf undang-undang pemilihan kepada daerah yang saat ini sedang dalam proses penggodokan di DPR RI, ternyata akan sama sistem pemberian suara dengan cara menandai pada surat suara, sebagaimana disebutkan pada pasal 108 ayat 2 berbunyi : Pemungutan suara dilakukan dengan memberikan tanda melalui surat suara”. Sementara pada undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang masih berlaku sampai saat ini ternyata masih menggunakan sistem coblos, sebagaimana tertuang pada pasal 88 : Pemberian suara untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilakukan dengan mencoblos salah satu pasangan calon dalam surat suara”. Bilamana draf Undang-undang pemilukada disahkan DPR, maka otomatis pemberian suara pada surat suara dari sistim coblos ke menandai.

M. ARIS, SH
Bagaimana kalau ada daerah yang bersamaan proses tahapan pemilu legislatif dengan pemilukada/pilwako?. Maka secara langsung akan menimbulkan masalah baru bagi penyelenggara pemilu. Satu sisi harus mensosialisasikan kepada pemilih(masyarakat) sistem pemberian suara mencoblos dan menandai. Bagi masyarakat yang memahami aturan tidak jadi persoalan, namun yang tidak, mereka akan mengatakan kok penyelenggara pemilu tidak konsisten. Tapi penyelenggara pemilu tidak bisa berbuat banyak, karena KPU hanyalah pelaksana aturan dan bukan pembuat aturan.

Mungkin dari perbedaan sistim pemberian suara pada surat suara, pasti ada masyarakat ingin menyampaikan saran kepada DPR sebagai lembaga pengesah undang-undang, kenapa tidak disamakan saja sistimnya baik pemilu legislatif, presiden/wakil presiden maupun pemilukada/pilwako, kalau coblos coblos saja, kalau menandai ya menandai saja. Kenapa sistim dibikin repot rakyat saja.

Namun demikian, sebagai Bangsa Indonesia kita patut berbangga, ternyata Pemilihan Umum di Indonesia, sudah 10 kali dilaksanakan. Pemilu pertama digelar pada tahun 1955, kemudian berlanjut pada pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, dan 2009. Pada pemilu 2004, diperbolehkannya perseorangan (Dewan Perwakilan Daerah/DPD) menjadi peserta pemilu. kemudian pada pemilu 2009, sejarah baru dalam perkembangan demokrasi di Indonesia, tercatat ada 44 peserta pemilu, diantaranya 38 partai nasional dan 6 partai lokal. Enam partai lokal berasal dari Provinsi Nangroeh Aceh Darussalam (NAD), yakni,  Partai Aceh Aman Seujahtra (PAAS), Partai Daulat Aceh (PDA), Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA), Partai Rakyat Aceh (PRA), Partai Aceh (PA).

Sementara untuk pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung baru dimulai pada pemilu 2004, dimana pasangan Susilo Bambang Yudhoyono – HM. Yusuf Kalla terpilih menjadi presiden RI periode 2004-2009 yang dipilih langsung oleh rakyat Indonesia.

Perkembangan demokrasi Indonesia terus berkembang, selain Presiden dan Wakil Presiden, Kepala daerah dan wakil kepala daerah juga dipilih langsung oleh rakyat, Pilkada pertama di Indonesia adalah Kabupaten Kutai Kertanegara yang digelar 1 Juni 2005. Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) menjadi bagian dari rezim pemilu sejak 2007.  Pada pemilu 2004, adalah catatan awal sejarah bagi perkembangan demokrasi Indonesia, karena penyelengara pemilu diserahkan sepenuhnya kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). (Muhammad Aris – Komisioner KPU Batang Hari, Jambi).

 Like the House voted for, President and Head Only Want Marked.
ELECTION imminent, the Commission has set 9 April 2014 is election day voting members of the House of Representatives and Parliament. But along the way, there are interesting things worth noting in the voting process. Is it? None other than the voting system on the ballot by coblos and mark (tick / check).If traced backward to be guided by the basic law of the election, it turns out coblos and marking systems remain in place. Nyoblos will be done by the people of Indonesia who have the right to vote in legislative elections in 2014, why? Due to article 154 of Law No. 8 of 2012 on the election members of the House of Representatives, Parliament has asserted: "The voting for the election members of the DPR, DPD, Provincial DPRD, and regency / municipality conducted by a single vote on a number or mark political party pictures and / or names of candidates on the ballot ". But the law No. 10 of 2008 concerning the election members of the House of Representatives, Parliament before it was revised, instead using the voting system by way of marking the ballot, as mentioned in article 153, paragraph 1 reads: "The voting for the election members of the House of Representatives Councils at provincial and regency / municipality conducted by placing one on the ballot ".Then, what about the election president / vice president and regional head / vice head of the region?. It turned out that the people will vote by marking the ballot system, the reason, for the election president / vice president based on Law No. 42 of 2008 on the election of the president and vice president at 118 reads: "Voting for the Election of President and Vice-President is done by giving one sign on the ballot ".Likewise with the selection of the area subject to the draft electoral law to the area which is currently in the process of formulation of the House of Representatives, it will be the same voting system by way of marking the ballot, as mentioned in article 108 paragraph 2 reads: "Voting the voice is done by marking through the ballot ". While in law number 32 of 2004 on local government which is still valid to this day it still uses coblos system, as stated in article 88: "The voting for the election of regional head and deputy regional head done by punching one of the pairs of candidates in the mail sound ". When the draft election law passed the House, then the automatic granting of the vote on the ballot to mark coblos system.What if there are areas along the stages of the legislative elections with the election / pilwako?. Then it will directly create new problems for the organizers of the election. One side shall disseminate to voters (the public) voting system, vote and marking. For people who understand the rules it does not matter, but are not, they will say why election is not consistent. But the election organizers can not do much, because the Commission is the implementing rules and not the rule maker.Perhaps the difference in the voting system ballot, there must be people would like to advise the House as a certifier agency law, why not be made equal The system either legislative elections, the president / vice president and elections / pilwako, if coblos coblos course, if the mark yes mark it. Why do people bother contrived system only.However, as a nation we should be proud Indonesia, was the General Election in Indonesia, has been held 10 times. The first election was held in 1955, then continued in the 1971 general election, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, and 2009. In 2004, allowed an individual (the Regional Representative Council / DPD) to be participating in the election. then in the 2009 election, a new history in the development of democracy in Indonesia, there were 44 participating in the election, including 38 national parties and six local parties. Six local parties from Nangroeh province of Aceh Darussalam (NAD), namely, Seujahtra Safe Aceh Party (PAAS), Daulat Aceh Party (PDA), Party People's Independent Voice of Aceh (SIRA), People's Aceh Party (PRA), Aceh Party (PA ).While for the election of the president and vice president directly started in 2004, where the pair Susilo Bambang Yudhoyono - HM. Yusuf Kalla was elected President of Indonesia 2004-2009 period which is directly elected by the people of Indonesia.The development of democracy in Indonesia continues to grow, in addition to the President and Vice President, Head and deputy head of the region is also elected by the people, the first elections in Indonesia was held Kertanegara Kutai District June 1, 2005. Elections of regional head and deputy regional head (the election) to be part of the regime since the 2007 elections. In 2004, is a record of the early history of the development of democracy in Indonesia, because the organizers of the election left entirely to the General Elections Commission (KPU). (Muhammad Aris - Commissioner of the Commission Batang Hari, Jambi).

Tidak ada komentar: